Bel istirahat berdering, tanda waktu istirahat sudah datang. Seluruh siswa Sekolah Dasar Tunjungsekar 1 Kota Malang, Jawa Timur, akhir November lalu, berhamburan keluar halaman sekolah. Sebagian besar langsung bermain, sementara lainnya bergegas ke kantin membeli makanan. Para guru yang sudah mengajar sedari pagi, kembali ke ruang guru. Ada yang sekadar melepas lelah dan bercengkrama dengan para koleganya.
Suprapti, guru kelas lima di sekolah itu, tak mengikuti jejak para koleganya. Saat yang lain berada di ruang guru, ia masih sibuk meneliti lembaran kwitansi dan mencatat di buku laporan. Yang ia kerjakan tak lain adalah merampungkan laporan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Itu pekerjaan sampingannya selain sebagai guru. "Menyusun laporan harus teliti," kata Suprapti saat ditanya alasannya memilih tetap "bekerja" saat yang lain istirahat.
Laporannya pada periode Juli-September dianggap salah sehingga harus diubah sesuai ketentuan laporan dana BOS. Ia pun terpaksa menyelesaikan laporan di sela-sela kesibukannya mengajar tujuh mata pelajaran. Agar selesai tepat waktu, laporan disusun usai mengajar. Menyusun laporan BOS, kata Suprapti, merupakan tugas tambahan yang tak mudah karena Ia tak memiliki dasar pendidikan administrasi keuangan yang memadai.
* * *
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan upaya pemerintah untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan untuk mendukung Wajib Belajar (Wajar) 9 Tahun, sejak 2005. Bantuan yang diberikan untuk masing-masing siswa per tahun bervarisasi, sesuai sekolah dan lokasinya. BOS untuk siswa SD di kota Rp 400 ribu, SD di kabupaten Rp 397 ribu, SMP di kota Rp 575 ribu, dan SMP di kabupaten Rp 570.
Di Kota Malang, jumlah sekolah penerima dana BOS sebanyak 10 ribu sekolah tingkat SD dan 5 ribu sekolah untuk tingkat SMP. Alokasi dana BOS di Kota Malang sebanyak Rp 21.850 Miliar untuk 38 ribu siswa SMP. Dana BOS untuk SD sebanyak Rp 13.160 miliar untuk 32.900 siswa. Di sini, kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Sugiarto, belum ada masalah serius soal penggunaan dana BOS. Mengutip hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, dia menyebut bahwa tak ada temuan yang bersifat penyimpangan dalam penggunaan dana BOS.
Hasil pemeriksaan, kata Sugiarto, memang menyebutkan jika sejumlah sekolah tak tertib dalam menyusun administrasi keuangan. Menurut data Dinas Pendidikan Kota Malang, sekitar 60 persen lembaga pendidikan penerima dana tak menguasai cara menyusun laporan penggunaan dana yang benar. Termasuk membuat laporan akuntansi, pemotongan pajak pertambahan nilai dan lampiran kwitansi dan nota pembelian seperti pedoman yang dibuat Kementerian Pendidikan. Tapi, kata Sugiarto, "Mereka tetap belajar untuk membuat laporan yang benar."
* * *
Banyak guru di Kota Malang memiliki nasib sama seperti Suprapti: mahir mengajar, tapi tidak dalam membuat laporan BOS. Maklumlah, modal untuk membuat laporan penggunaan dana puluhan juta itu hanya berdasarkan pelatihan singkat yang diselenggarakan Dinas Pendidikan. Ia berharap Dinas Pendidikan menggelar kursus menyusun laporan keuangan dana BOS dengan mendatangkan auditor Badan Pemeriksa Keuangan agar bendahara BOS di masing-masing sekolah mengerti cara membuat laporan yang benar.
Apalagi, kata Suprapti, laporan keuangan dana BOS tersebut juga diaudit langsung oleh auditor BPK Jawa Timur, selain harus diserahkan kepada ketua paguyuban dan komite sekolah. Laporan dana BOS, seperti disebut jelas dalam Buku Panduan BOS tahun 2009, juga harus dipasang di papan pengumuman sekolah setempat. Ia sendiri menganggap laporan keuangan yang disusunnya tak ada masalah karena tak ada keluhan dari orang tua siswa.
Sejumlah sekolah sebenarnya bernasib sama seperti Sekolah Dasar Tunjungsekar 1 yang bendahara BOS-nya dirangkap oleh guru sekolah. Sebab, sekolah tak memiliki staf tata usaha yang khusus menangani dan mengelola keuangan sekolah. Pekerjaan tambahan menyusun laporan BOS ini dikerjakan Suprapti sejak sekolah ini menerima dana BOS sejak lima tahun silam. Dengan keterbatasan itu, kata Kepala SD Negeri Tunjungsekar 1, Anik Isrofin, sekolahnya terpaksa harus belajar dari nol lagi jika Suprapti kelak dimutasi ke sekolah lain.
Lain SD Tanjungsekar 1, lain sekolah swasta Sekolah Dasar Al Ya'lu. Sekolah ini memiliki staf administrasi keuangan yang bertugas menyusun laporan keuangan BOS. Staf keuangan ini juga memiliki dasar pendidikan yang memadai untuk menyusun laporan administrasi keuangan. "Staf keuangan mengelolanya dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Kepala SD Al Ya'lu, Wiyanto.
Pada 2010, SD Al Ya'lu menerima dana BOS sebanyak Rp 78 juta per tahun untuk 195 siswa. Dana BOS, kata Wiyanto, digunakan untuk membeli buku pelajaran, alat tulis dan bahan ajar lain yang lebih bermanfaat. "Dana BOS membantu 10 persen dari total kebutuhan opersional," ujarnya. Ketua Komite SD Al Ya'lu Hidayat Hadi mengatakan, komite juuga terlibat aktif dalam perencanaan dan pengawasan penggunaan dananya. Laporan penggunaan dana BOS selain dipasang di papan pengumuman, juga disampaikan dalam pertemuan triwulan dan saat penyerahan rapor siswa.
Meski pelaporan BOS sudah ditangani oleh staf yang berpengalaman, Wiyanto masih tetap berharap ada pelatihan mengenai administrasi keuangan yang diberikan kepada pengawas sekolah. Tujuannya, agar pengawas sekolah memiliki bekal yang cukup menyusun dan mengelolaa dana BOS. "Sehingga, jika konsultasi cukup kepada pengawas," ujar Wiyanto.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Sugiarto mengakui bahwa banyaknya sekolah yang bermasalah dalam pelaporan dana BOS semata karena tak memiliki sumber daya manusia yang memadai. Sedangkan, laporan penggunaan dana BOS harus menggunakan standar akutansi keuangan yang benar. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Jawa Timur 2009 hanya menemukan sejumlah kesalahan administrasi. Kata Sugiarto, "Tak ada temuan penyimpangan dana."
Dinas Pendidikan Kota Malang tak memberikan sanksi tegas kepada sekolah yang masih bermasalah dalam soal pelaporan itu. Justru sekolah yang tak menguasai penyusunan laporan akuntansi secara benar akan dilatih khusus agar lebih tertib soal administrasi BOS. "Mereka memenuhi kualifikasi sebagai pengajar, tapi tak ahli mengelola anggaran," katanya.
Eko Widianto (Malang)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar