Politisasi Pendidikan lewat Buku

16.29 / Diposting oleh Bb /

BEBERAPA hari terakhir Kabupaten Tegal dihebohkan pemberitaan peredaran buku Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di beberapa SMP. Beredarnya buku-buku itu menimbulkan polemik, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga menasional.

Seperti diberitakan sejumlah media massa, buku seri biografi Presiden SBY yang beredar ada 10 judul. Di antaranya Merangkai Kata Menguntai Nada yang membahas hobi menyanyi Presiden, Adil Tanpa Pandang Bulu mengenai pemberantasan korupsi dan terorisme, kemudian Peduli Kemiskinan mengenai kebijakan menekan angka kemiskinan, serta Jendela Hati dan Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan yang mengupas kebijakan SBY meredam konflik Aceh. Buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ di antaranya berjudul Susilo Bambang Yudhoyono, Bintang Lembah Tidar, dan Surat untuk Ibu Negara.

Hebohnya peredaran buku tersebut karena menyangkut dua hal, pertama; terkait dengan sumber dana. Pengadaan buku itu dibiayai dengan dana yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Menyangkut uang adalah persoalan sensitif, apalagi di tengah belitan masalah korupsi saat ini. Presiden SBY yang berjanji berdiri pada barisan paling depan dalam memberantas korupsi belum menampakkan keseriusan. Alih-alih memberantas korupsi, dia malah terkesan sibuk melakukan pencitraan. Beredarnya buku-buku itu dinilai sejumlah kalangan sebagai bentuk politik pencitraan.

Kedua; menyangkut peran dan fungsi lembaga pendidikan. Sekolah dikenal dengan wiyata mandala (lingkungan pendidikan). Mengandung arti bahwa sekolah mempunyai tugas dan fungsi untuk menyelenggarakan proses atau kegiatan pendidikan.

Secara formal, wawasan wiyata mandala pernah dikukuhkan dalam Surat Dirjen Dikdasmen Nomor 13090/CI.84 tanggal 1 Oktober 1984 sebagai sarana ketahanan sekolah.

Wawasan wiyata mandala merupakan konsepsi atau cara pandang bahwa sekolah adalah lingkungan atau kawasan penyelenggaraan pendidikan, dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain. Adapun tujuan pendidikan nasional termaktub dalam Pasal 3 UU Sisdiknas, yang menyiratkan sekolah tidak semestinya dicampuri urusan di luar urusan pendidikan, misalkan, urusan politik maupun bisnis.

Politisasi Pendidikan

Beredarnya buku-buku soal SBY di sekolah ditengarai sebagai satu bentuk politik pencitraan dan tak sesuai dengan konsep wawasan wiyata mandala. Apalagi beredar di tingkat SMP yang siswanya masih tergolong anak-anak walaupun buku itu dinilai bagus dan melalui proses seleksi oleh tim independen di Pusat Perbukuan Kemendiknas.

Politisasi pendidikan melalui buku bukan berlangsung kali ini. Pada masa pemerintahan Soeharto, buku berjudul Tiga Puluh Tahun Indonesia Merdeka beredar di sekolah-sekolah. Walaupun tidak dibagikan kepada siswa, materi itu menjadi buku penunjang pengajaran bagi guru. Melalui mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) waktu itu, buku tersebut sangat cocok.

Upaya politisasi pendidikan melalui buku bukan semata untuk merebut simpati masyarakat manakala seorang pemimpin akan mencalonkan kembali melainkan pula guna melegitimasi kekuasaan. Setiap rezim pada dasarnya berkepentingan melestarikan kekuasaannya. Dalam rangka inilah mereka (para penguasa) selalu berusaha memanfaatkan wacana resmi negara untuk menjaga legitimasi kekuasaan yang sedang berlangsung dan sebaliknya mendelegetimasi pihak-pihak yang menghendaki perubahan (Agus Sudibyo: 2001).

Hebohnya peredaran buku-buku tentang SBY adalah hal wajar. Mengacu teori Agus Sudibyo, dan sesuai beberapa pihak yang menyinyalir, bahwa dengan buku SBY berusaha melegitimasi kekuasaannya. Memanfaatkan lembaga pendidikan dengan membelokkan fungsinya sebagai agen perubahan (agent of change), dan menjadikan sarana kekuasaan.

Kejadian semacam itu sebenarnya dapat dikontrol jika lembaga-lembaga yang berwenang berperan optimal. Di tingkat sekolah ada komite sekolah, di tingkat kabupaten/kota ada dewan pendidikan. Kenyataannya, lembaga-lembaga pengontrol pendidikan tersebut belum menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. (10)

— Sumarno, warga Tegal, Sekretaris Persatuan Guru Swasta Banten, tinggal di Tangerang Banten

0 komentar:

Posting Komentar