Slawai, CyberNews. Buku Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masuk dalam paket buku pendidikan bantuan program Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010, resmi ditarik dari Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tegal.
Buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ itu dihibahkan ke perpustakaan daerah (Perpusda) dan diganti dengan buku pengayaan lainnya. Kebijakan tersebut dilakukan setelah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora), DPRD dan Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) mencapai kata sepakat untuk mengganti buku bergambar SBY dengan buku pengayaan lain pada Senin (14/2), di Gedung DPRD Kabupaten Tegal.
Namun, dalam rapat koordinasi itu sempat berlangsung panas. Anggota Fraksi Partai Demokrat Ahmad Fatikhudin SAg menolak keras penarikan buku itu. Bahkan, anggota DPRD itu sempat mengancam akan mempersoalkan penarikan buku itu, karena dinilai telah menyalahi prosedur.
’’Penarikan buku ini bukan karena menyalahi aturan atau prosedur, karena tekanan dan tidak suka dengan buku itu. Aspirasi yang masuk tidak harus semuanya direalisasikan,’’ kata Ahmad Fatikhudin dengan nada tinggi.
Fatikhudin yang melihat persoalan tersebut karena bermuatan politis, sempat berdebat dengan Ketua Komisi IV, Wakhidin BA yang notabene berasal dari Fraksi PKS. Kedua politisi yang berbeda latar belakang politiknya itu tetap ngotot dengan pendiriannya masing-masing. Perdebatan itu berakhir, saat Fatikhudin keluar dari ruang rapat tersebut.
’’Kami juga bisa melakukan hal seperti ini,’’ tandas Fatikhudin.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Wakhidin mengatakan, kesepakatan itu muncul guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan di masyarakat, jadi selaku wakil rakyat, solusi pengalihan buku bergambar SBY adalah jalan satu-satunya yang diambil.
’’Selain itu, isi atau muatan buku pengganti lebih mendidik dan jauh dari dugaan kandungan politik,’’ jelasnya.
Hal itu dipertegas Koordinator AMPP Fatkhur Rahman yang mengungkapkan, kesepakatan untuk mengganti buku SBY telah diputuskan oleh dinas terkait dan juga pihah Dewan dan mahasiswa. ’’Jadi pendapat dari Fraksi Demokrat itu tidak akan mengubah kesepakatan,’’ jelasnya.
Dialihkan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Tegal Waudin mengatakan, setelah adanya kesepakatan antarpihak di atas beberapa waktu lalu, maka buku bergambar SBY yang telanjur beredar di sejumlah SMP akan dialihkan ke Perpusda Kabupaten Tegal.
’’Kesepakatan itu kami lakukan, lantaran beredarnya buku SBY telah menjadi permasalahan di masyarakat, bahkan menjadi salah satu permasalahan nasional belakangan ini,’’ kata Waudin.
Dia menjelaskan, pengalihan buku bergambar SBY ke Perpusda karena pembacanya lebih umum. Sebab, konten buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ tidak sesuai manakala dikonsumsi siswa SMP. Buku pengayaan siswa yang menjadi buku pengganti buku SBY dianggap lebih sesuai.
Selain itu, pihak rekananan pemenang lelang juga telah bersedia mengganti buku SBY dengan buku lain, dan itu telah dikirimkan pada Sabtu (12/2) lalu.
Waudin menuturkan, buku-buku tersebut juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan kontennya lebih ringan dan jauh dari anggapan adanya muatan politis. Jumlah buku SBY yang dialihkan sebanyak delapan judul. Dari 87 SMP, setiap sekolah mendapatkan maksimal 16 eksemplar.
’’Namun pergantian buku SBY itu bukan berarti buku bergambar SBY ditarik, tapi hanya dialihkan,’’ katanya.
REPUBLIKA.CO.ID, Kelangsungan pendidikan sekelompok siswa muslim di Amsterdam jadi ajang perdebatan sengit. Seratus siswa wajib belajar di Amsterdam ini terancam tidak bersekolah tahun depan, bukan karena tidak ada tempat bagi mereka di sekolah lain, tapi karena mereka atau orangtua mereka tidak mau ke sekolah menengah umum.
Ini berawal dari Menteri Pendidikan Marja van Bijsterveld yang memutuskan Sekolah Menengah Islam Amsterdam (ICA) harus ditutup. Menurut dia, jumlah murid sekolah itu sangat sedikit. Dan menurut inspeksi, mutu pendidikan jauh di bawah standar.
Umumnya, dalam kasus seperti itu para siswa akan dialihkan ke sekolah lain. Namun banyak siswa muslim di ICA ini yang sangat konservatif dan tidak merasa diterima dengan tangan terbuka di sekolah-sekolah lain di Amsterdam.
Kebanyakan siswa perempuan di ICA, misalnya, mengenakan jilbab. Sekolah mereka adalah satu-satunya sekolah menengah islam di Amsterdam.
Satu orangtua siswa mengatakan: "Saya lebih suka apabila anak-anak saya bisa masuk sekolah umum. Namun itu tidak mungkin karena tidak ada sekolah yang mau menerima anak-anak saya apa adanya. Sekolah-sekolah menengah umum lainnya mempermasalahkan banyak hal. Misalnya, ada sekolah yang hendak membatasi cara berbusana siswa. Ada sekolah yang memaksa siswa-siswanya ikut ekskursi ke luar negeri."
Orangtua dan para siswa ingin agar mereka tetap belajar dalam lingkungan islami. Tahun depan, mereka berniat mengikuti pendidikan di rumah saja. Hukum Belanda memungkinkan hal ini apabila di lingkungan sekitar tidak ada sekolah yang cocok dengan ideologi mereka.
Untuk itu, orangtua tidak perlu meminta izin, mereka hanya saja diminta untuk "lapor" ke pemerintah. Orangtua dan para siswa ingin menangani hal ini secara profesional. Prakteknya, mereka berharap keseratus siswa tersebut bisa menggunakan balai desa dan mendatangkan guru-guru kompeten untuk mengajar mereka menghadapi ujian nasional.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat D66 Boris van der Ham tidaklah setuju. Menurutnya, para orangtua itu pada dasarnya memanfaatkan celah hukum. Mereka dinilai mendirikan sekolah baru, tanpa harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
Anggota dewan kota Amsterdam dari Partai Buruh PvdA yang mengawasi bidang pendidikan, Lodewijk Asscher, juga menyebutnya gagasan buruk. Menurut Asscher, pendidikan berkualitas merupakan "pintu ke masyarakat."
"Ini menyangkut nasib seratus murid, seratus anak muda, yang nantinya akan berperan di kota ini, negara ini. Mereka berhak mendapat ijazah dan pendidikan berkualitas tinggi, bersosialisasi dengan orang lain, serta punya akses ke masyarakat. Apabila mereka harus tinggal di rumah dan pendidikan dilakukan oleh orangtua saja, ini berarti melanggar hak-hak mereka."
Semakin banyak anak muda muslim yang berpendapat bahwa agama dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Seorang murid ICA mengatakan pada Asscher: "Apabila Anda benar-benar menghormati kami, Anda akan menghormati kepentingan kami. Anda sendiri barusan mengatakan: 'Saya memutuskan pilihan sendiri,' lalu kenapa kami tak boleh memutuskan pilihan sendiri?"
Menurut anggota legislatif Asscher, pendidikan yang baik lebih penting dari agama. Jika perlu, ia akan memperkarakan hal ini sampai ke pengadilan.
TEMPO Interaktif, SURABAYA - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, pemerintah akan menggratiskan biaya pendidikan madrasah mulai Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, hingga Madrasah Aliyah. "Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa terealisasi," katanya di Surabaya, Senin (7/2).
Menurut Suryadharma Ali, program pendidikan gratis untuk madrasah saat ini dalam kajian final untuk menentukan kekuatan anggaran pemerintah. Sesuai kekuatan anggaran juga akan ditentukan apakah yang digratiskan seluruh madrasah di Indonesia atau hanya sebagian saja.
"Akan kita gratiskan segratis-gratisnya. Sekarang sedang dihitung dari segi anggaran. Apakah keseluruhan atau sebagian dulu, atau Indonesia timur dulu atau timur dan tengah atau seluruhnya," ujarnya.
Suryadharma Ali optimistis, jika program gratis biaya pendidikan madrasah, maka problem pendidikan di Indonesia akan mampu teratasi. Apalagi, mayoritas madrasah saat ini menampung pelajar tidak mampu. "Sebanyak 91,5 persen madrasah itu swasta dan berdiri berdasarkan inisiatif dan perjuangan para kiai untuk membebaskan warga di sekitarnya dari kebodohan," ucapnya pula.
Jika masalah pendidikan madrasah tidak diperhatikan pemerintah, maka akan semakin terpinggir dan hilang, sehingga konsekwensinya tingkat kebodohan akan semakin meningkat. "Apabila madrasah tidak ada, berapa banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengenyam pendidikan," paparnya.
Kementerian Agama tahun ini menganggarkan dana Rp 27 triliun untuk pendidikan. Selain itu, pada tahun 2010 lalu, Kementerian Agama melounching pendidikan terapan anak harapan dengan menyekolahkan 500 anak jalanan ke beberapa pesantren. FATKHURROHMAN TAUFIQ.
[KUPANG] Chief Executive Officer The Lippo Group Companies James T Riady berpendapat, tiga komponen pendidikan yakni pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan gereja harus berhasil agar dapat melanjutkan kemajuan dunia. Sebab, meskipun berbagai kemajuan di bidang politik, sosial dan ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi dunia sedang menuju kemunduran di berbagai bidang.
Hal tersebut dikemukakan James T Riady dalam seminar bertajuk Pendidikan, Guru dan Transformasi Bangsa di Kupang, Selasa (8/2) petang. Seminar itu yang dihadiri lebih dari 1.500 peserta yang terdiri dari siswa SLTA dan guru-guru serta orang tua murid se-NTT, dibuka Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) Nusa Tenggara Timur (NTT) Thobias Uly mewakili Gubernur NTT Frans Lebu Raya. Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Eben Nuban Timo yang bertindak sebagai moderator didampingi Ketua Kadin NTT Mech Saba. Hadir pula Presiden Lippo Group Theo L Sambuaga.
Dikatakan, tingginya angka perceraian di seluruh dunia dan masalah immoralitas menyebabkan kondisi keluarga sangat lemah sekali. Lebih dari 52 persen pasangan menikah dan hidup serangjang lebih dari 10 tahun kemudian bercerai. Sehingga melemahkan kondisi keluarga. Padahal, anak sebagai generasi bangsa, belajar segala sesuatu dari keluarganya. Demikian pula di bidang pendidikan, sebagian besar sekolah justru dikuasai industri yang mendidikan anak untuk siap bekerja, tetapi tidak didukung pendidikan moral dan etika.
Menurut James Riady, saat ini lembaga gereja sebagai pusat pendidikan rohani umumnya juga lemah karena mulai mengarah ke arah liberalisme. Berbagai ajaran rohani yang diberikan pun sangat dangkal, sehingga memperlemah pendidikan generasi bangsa itu sendiri. Sementara sistim pendidikan yang diatur pemerintah tanpa didukung pendidikan moral dan etika, menyebabkan generasi yang dikuasai industri. Diperlukan transformasi di bidang pendidikan yang dapat memberi jawaban terhadap berbagai persoalan dunia.
Disebutkan, bagi setiap orang Kristen, anak-anak merupakan pemberian Tuhan. Karena itu sekolah Kristen dan guru-guru Kristen bertanggung jawab untuk membawa kembali anak-anak itu kepada Tuhan dan dapat menjawab berbagai tantangan di berbagai bidang. Untuk itu, dibutuhkan sekolah dan guru Kristen sejati dengan talenta dan panggilannya untuk mendidik generasi ini supaya maju dan untuk kemuliaan Tuhan.
Yayasan Universitas Pelita Harapan Jakarta, tambahnya, memberikan kesempatan bagi 50 orang putra-putri NTT yang memiliki talenta dan terpanggil untuk menjadi guru untuk dididik secara khusus dengan dukungan bea siswa untuk belajar di Teacher College Universitas Pelita Harapan Jakarta. Bila lolos seleksi penerimaan, akan dikirim untuk belajar selama 4 tahun di Jakarta dengan biaya sepenuhnya dari Yayasan Universitas Pelita Harapan.
Gubernur NTT Frans Leburaya dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Kepala Dinas PPO NTT Thobias Uly mengatakan, pendidikan tidak lepas dari peran serta guru. Sehingga, guru dituntut menjawab setiap tantangan dan persoalan di bidang pendidikan, formal maupun non formal. Dengan demikian, dapat memberi dampak positif dalam pembangunan sumberdaya manusia ke arah transformasi bangsa yang lebih baik.
Dikatakan, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi dewasa ini berdampak positif dan negatif terhadap perubahan sosial masyarakat. Sehingga memerlukan perhatian serius dari berbagai kalangan, khususnya para guru yang berperan dalam mendidik generasi bangsa.
James T Riady dan Theo L Sambuaga bersama rombongan sebelumnya, sempat meninjau pekerjaan rehabilitasi Sekolah Dasar (SD) Kristen Lentera Harapan di Bonipoi dan SMP Kristen di Naikoten I. SD Lentera Harapan, merupakan empat SD GMIT yang dialihkelola Yayasan Universitas Pelita Harapan selama 12 tahun. Rombongan juga sempat meninjau Puskesmas Kota Kupang. [120]
Pengelola Liga Pendidikan Indonesia berencana mengirim pemain terbaik dari kompetisi tersebut untuk menjalani program beasiswa ke Jerman dan Spanyol demi meningkatkan kemampuan dan wawasan ilmu.
Ketua panitia nasional Liga Pendidikan Toho Cholik Mutohir mengatakan, program pengiriman pemain-pemain terbaik dari kompetisi ini merupakan sebuah langkah maju sekaligus membuat Liga Pendidikan makin lebih dikenal luas masyarakat.
“Kami senantiasa tertantang untuk membuat inovasi-inovasi. Program pengiriman pemain terbaik Liga Pendidikan ke negara Eropa ini menyerupai program pemberian beasiswa pada umumnya,” ungkap Toho.
“Selain belajar formal, mereka juga akan menerima pelatihan sepakbola di akademi terbaik di negara tujuan. Program ini diharapkan mampu menelurkan individu pesepakbola yang tidak hanya memiliki skill bagus, namun juga mental bertanding yang tangguh.”
Ditambahkan, pihaknya sudah menggandeng Yayasan Bina Antarbudaya untuk mewujudkan program tersebut, mengingat lembaga nirlaba non pemerintah ini mempunyai pengalaman terkait pengiriman pelajar dan mahasiswa ke mancanegara.
“Nantinya pemain yang terpilih dalam program beasiswa pendidikan sepakbola Jerman-Spanyol akan dicarikan orang tua asuh. Kami menerapkan program home stay,” kata Toho.
Jakarta Bintang film 'Jenglot Pantai Selatan' Wichita Satari rela mengorbankan pendidikannya demi karier. Artis yang akrab dipanggil Chita itu terang-terangan mengaku sudah keenakan caru duit.
"Jujur aja, kalau udah keenakan nyari duit ya begini," ujarnya sambil tertawa. Kepada detikhot Chita menegaskan keinginannya untuk tetap bisa melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dia mengincar jurusan desain.
"Insya Allah tahun depan mau sekolah desain, jadi nggak ada kata terlambat untuk belajar," tegasnya.
Chita sadar, pendidikan merupakan bentuk investasi kemampuan dirinya. Karena menurutnya, dunia entertainment tidak akan selamanya ia jalani. "Jadi kalau udah nggak aktif lagi, bisa bikin bisnis yang nggak jauh dari dunia entertainment," katanya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Program Tiga Plus Satu yang digulirkan Kementerian Pendidikan Nasional bagi peningkatan kualitas siswa SMK disambut baik para Kepala Sekolah SMK. Menurut Kepala Sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional SMKN 48 Jakarta, Waluyo Hadi, program ini memiliki filosofi mampu mengangkat 'derajat' siswa SMK yang biasanya bekerja di level pelaksana mampu terangkat ke level supervisi.
"Jadi filosofinya siswa SMK kan biasanya bekerja di level menengah, misal operator atau pelaksana, padahal di dunia kerja kemampuannya tak berbeda jauh dengan lulusan politeknik atau universitas. Dengan program ini siswa SMK mampu terangkat ke level manajerial atau supervisi, dan ini berimplikasi kepada gaji," paparnya ketika ditemui Republika, Selasa (8/2).
Jadi menurutnya, dengan membuka program satu tahun sebagai kelanjutan dari masa studi 3 tahun di SMK, maka lulusannya akan setingkat Diploma Satu. "Ini juga untuk mengangkat angka partisipasi kasar di Indonesia," ucap pria yang telah dua tahun menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMKN 48.
Saat ini sebagai sekolah rintisan mereka punya kesiapan antara lain bekerjasama dengan Politeknik Negeri Jakarta dan Institut Teknologi Bandung. Kerjasamanya ialah akan membuka program satu tahun sebagai bagian dari Tiga Plus Satu itu sehingga setara dengan D1.
"Jadi kita sebagai sub kampus dari Universitas Induk, sehingga pembelajarannya menggunakan sarana dan prasarana SMK 48," paparnya.
Sejauh ini lanjut dia, pihaknya memiliki sarana dan prasarana yang mencukupi untuk dijadikan sub kampus. "RSBI memang diprioritaskan untuk program ini karena memang memiliki sarana dan prasarana yang cukup, kemudian juga sekolah kejuruan kami telah disertifikasi ISO 9001-2008," paparnya.
Jakarta - Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Jawa Barat, tidak akan menarik buku serial SBY yang ditemukan di sejumlah sekolah. Alasannya, karena Dinas Pendidikan tidak merasa memaksa sekolah membeli buku tersebut.
"Kami tidak akan menarik buku seri SBY yang sudah menyebar di sejumlah sekolah, namun kami juga tidak menganjurkan pihak sekolah untuk membeli buku seri SBY tersebut ", ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Komar Mariuna, kepada wartawan, selasa (8/2/2011).
Menurut Komar, jika dilihat dari isinya buku-buku tersebut cukup bagus untuk membentuk karakter atau kepribadian. Menurutnya buku tersebut bisa dijadikan penunjang pengetahuan para siswa.
" Yang kami perhatikan hanya isinya tidak memandang sisi lain yang dianggap politis ", tambahnya.
Berdasarkan pantaun detikcom, buku seri SBY yang ditemukan di perpustakaan SMPN 5 Tarogong Kidul Garut, ditemukan berjumlah 30 buah yang dikemas bersama 2.208 buku lainnya.
30 buku seri SBY terbitan Rosda Karya tersebut terdiri dari 10 judul masing-masing Berbakti untuk bumi, Merangkai Nada Menguntai Kata, Menata Kembali Kehidupan Bangsa, Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan, Peduli Kemiskinan, Diplomasi Damai, Adil Tanpa Pandang Bulu, Jendela Hati, Jalan Panjang Menuju Istana dan Memberdayakan Ekonomi Rakyat Kecil.